MAKALAH
LANDASAN
FILOSOFI PENDIDIKAN, LANDASAN PENDIDIKAN IDEALISME DAN IMPREALISME
DOSEN
PEMBIMBING
MUSTAKIM
JM,M.Pd

OLEH
ANGGOTA
KELOMPOK 2:
1.MARDYAH
WIKHA
2.RIZKI EKA SYAHPUTRA
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BAHASA INGGRIS
2018/2019
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya.sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas kelompok untuk mata kuliah filosofi dan landasan pendidikan
dengan judul:
Landasan
filosofi pendidikan, landasan pendidikan idealisme dan realisme.
A. PENDAHULUAN
Terdapat banyak alasan untuk mempelajari filsafat
pendidikan, khususnya apabila ada pertanyaan rasional yang tidak dapat dijawab
oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan
memandang filsafat yang membahas konsep dan praktik pendidikan sebagai bagian
yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di
tengah arus globalisasi dan modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan
harus diberi inovasi agar tidak ketinggalan perkembangan serta memiliki arah
tujuan yang jelas. Di sinilah perlunya konstruksi filosofis yang mampu melandasi
teori dan praktek pendidikan untuk mencapai keberhasilan .Teori dan praktek
pendidikan mencakup seluruh pemikiran dan pengalaman tentang tujuan, proses,
serta hasil pendidikan. Pendidikan dapat dipelajari berdasarkan pengalaman
maupun melalui perenungan dengan melihat makna pendidikan dalam konteks yang
lebih luas. Praktek pendidikan memerlukan teori pendidikan, karena teori pendidikan
akan memberikan manfaat antara lainSebagai pedoman untuk mengetahui arah dan
tujuan yang akan dicapai dan sebagai tolok ukur untuk mengetahui sampai sejauh
mana keberhasilan pendidikan.
Teori pendidikan yang berisikan konsep-konsep dapat
dipelajari dengan menggunakan berbagai pendekatan, antara lain pendekatan
filosofi yang akan melahirkan pemahaman tentang filsafat pendidikan. Pendekatan
filosofis terhadap pendidikan merupakan suatu pendekatan untuk menelaah dan
memecahkan masalah pendidikan menggunakan metode filsafat. Pendidikan
membutuhkan filsafat, karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut
pelaksanaan pendidikan semata, yang terbatas pada pengalaman.
Dalam kegiatan pendidikan akan muncul masalah yang
lebih luas, kompleks, dan mendalam serta tidak terbatas oleh pengalaman indrawi
maupun fakta-fakta sehingga tidak dapat dijangkau oleh ilmu pendidikan (science
of education). Masalah-masalah tersebut antara lain adalah tujuan pendidikan
yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup
manusia. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan suatu fakta, namun
pembahasannya tidak dapat dikaji hanya dengan menggunakan pendekatan sains,
melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam melalui filsafat.
Sejarah filsafat menunjukkan bahwa tidak hanya satu
filsafat yang berkembang, melainkan banyak jenis aliran atau mazhab filsafat.
Dalam filsafat ditemukan adanya aliran seperti idealisme, realisme,
materialisme, pragmatisme, eksistensialime, dan sebagainya. Dengan demikian,
pendekatan filosofis dalam memaknai teori pendidikan akan didasari oleh
berbagai aliran filsafat tersebut. Dalam mempelajari dan mengembangkan teori
pendidikan perlu dipahami aliran-aliran filsafat yang melandasinya.
Kiranya kegiatan pendidikan tidak sekedar dipandang
sebagai gejala sosial yang bersifat rasional semata akan tetapi ada sesuatu
yang mendasarinya. Peranan filsafat dalam mendasari teori ataupun praktek
pendidikan merupakan salah satu sumbangan berharga bagi pengembangan
pendidikan. Dengan memperhatikan uraian di atas, salah satu pertanyaan yang
muncul adalah: “Bagaimana aliran-aliran filsafat melandasi teori pendidikan?”
Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan mengkaji pemikiran tentang teori
pendidikan menurut aliran-aliran filsafat yang ada. Di antara sekian banyak
aliran filsafat, kajian ini akan difokuskan untuk membahas pemikiran tentang
teori pendidikan menurut aliran filsafat idealisme dan realisme.
A. PENDIDIKAN MENURUT ALIRAN FILSAFAT
IDEALISME DAN REALISME
1. Tinjauan Umum tentang Filsafat
Pendidikan
Dilihat
dari pengertian praktisnya, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat
artinya berpikir, namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat
adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. filsafat adalah karya akal
manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Filsafat merupakan ilmu atau pendekatan yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakikat kebenaran segala sesuatu..
Menurut Immanuel Kant (1724-1804) yang seringkali
disebut sebagai raksasa pemikir Barat, filsafat adalah ilmu pokok yang
merupakan pangkal dari segala pengetahuan.Kerana luasnya lapangan filsafat,
orang sepakat mempelajari filsafat dengan dua cara, yaitu mempelajari sejarah
perkembangannya (metode historis) dan mempelajari isi atau pembahasannya dalam
bidang-bidang tertentu (metode sistematis).
Dalam metode historis orang mempelajari sejarah
perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang. Di
sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana
timbulnya aliran filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika,
dan tentang keagamaan. Dalam metode sistematis orang membahas isi persoalan
ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan sejarahnya. Orang membagi persoalan
ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang
logika dipersoalkan mana yang benar dan yang salah menurut pertimbangan akal,
bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Dalam bidang etika
dipersoalkan tentang manakah yang baik dan yang buruk dalam perbuatan manusia.
Dalam metode sistematis ini para filsuf dikonfrontasikan tanpa mempersoalkan
periodasi masing-masing.
Filsafat itu sangat luas cakupan pembahasannya, yang
ditujunya adalah mencari hakihat kebenaran atas segala sesuatu yang meliputi
kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), serta mencari hakikat atau
keaslian (metafisika).
Sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini
lapangan-lapangan yang paling utama dalam filsafat selalu berputar di sekitar
logika, metafisika, dan etika.
Filsafat akan memberikan kepuasan kepada keinginan
manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, tentang kebenaran. Fungsi
filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah
dan menuntun pada jalan baru serta membangun keyakinan atas dasar kematangan
intelektual. Filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi dapat dipraktekkan
dalam hidup sehari-sehari. Filsafat akan memberikan dasar-dasar pengetahuan
yang dibutuhkan untuk hidup secara baik, bagaimana hidup secara baik dan
bahagia. Dengan kata lain, tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran
sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun
metafisik (hakikat keaslian).
Pendekatan filosofis untuk menjelaskan suatu masalah
dapat diterapkan dalam aspek-aspek kehidupan manusia, termasuk dalarn pendidikan.
Filsafat tidak hanya melahirkan pengetahuan banu, melainkan juga melahirkan
filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat terapan untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi. John Dewey (1964)
berpendapat bahwa filsafat merupakan teon umum tentang pendidikan. Filsafat
sebagai suatu sistem berpikir akan menjawab persoalan-persoalan pendidikan yang
bersifat filosofis dan memerlukan jawaban filosofis pula.
Setiap praktik pendidikan atau pembelajaran tidak
terlepas dari sejumlah masalah dalam mencapai tujuannya. Upaya pemecahan
masalah tersebut akan memerlukan landasan teoretis-filosofis mengenai apa
hakikat pendidikan dan bagaimana proses pendidikan dilaksanakan.
Henderson dalam Sadulloh (2004) mengemukakan bahwa
filsafat pendidikan adalah filsafat yang diaplikasikan untuk menelaah dan
memecahkan masalah-masalah pendidikan. Peranan filsafat yang mendasari berbagai
aspek pendidikan merupakan suatu sumbangan yang berharga dalam pengembangan
pendidikan, baik pada tataran teoretis maupun praktis.
Filsafat
sebagai suatu sistem berpikir dengan cabang-cabangnya (metafisika,
epistemologi, dan aksiologi) dapat mendasari pemikiran tentang pendidikan.
Menurut Brubacher (1959), terdapat tiga prinsip
filsafat yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu: (1) persoalan etika atau
teori nilai; (2) persoalan epistemologi atau teori pengetahuan; dan (3)
persoalan metafisika atau teoni hakikat realitas. Untuk menentukan tujuan
pendidikan, memotivasi belajar, mengukur hasil, pendidikan akan berhubungan dengan
tata nilai. Persoalan kuriikulum akan berkaitan dengan epistemologi. Pembahasan
tentang hakikat realitas, pandangan tentang hakikat dunia dan hakikat manusia
khususnya, diperlukan untuk menentukan tujuan akhir pendidikan.
Metafisika memberikan sumbangan pemikiran dalam
membahas hakikat manusia pada umumnya, khususnya yang berkaitan dengan hakikat
anak, yang bermanfaat dalam menentiikan tujuan akhir pendidikan. Mempelajari
metafisika perlu sekali untuk mengontrol tujuan pendidikan dan untuk mengetahui
bagaimana dunia anak. Epistemologi sebagai teori pengetahuan, tidak hanya
menentukan pengetahuan mana yang harus dipelajari tetapi juga menentukan
bagaimana seharusnya siswa belajar dan bagaimana guru mengajar. Pendidikan
perlu mengetahui persoalan belajar untuk mengembangkan kurikulum, proses dan
metode belajar. Aksiologi akan menentukan nilai-nilai yang baik dan yang buruk
yang turut menentukan perbuatan pendidikan. Aksiologi dibutuhkan dalam
pendidikan, karena pendidikan harus menentukan nilai-nilai mana yang akan
dicapai melalui proses pendidikan. Disadari atau tidak, pendidikan akan
berhubungan dengan nilai, dan pendidikan harus menyadari kepentingan
nilai-nilai tersebut.
Dalam arti luas filsafat pendidikan mencakup
filsafat praktek pendidikan dan filsafat ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2001).
Filsafat praktek pendidikan membahas tentang bagaimana seharusnya
pendi-dikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia mencakup
filsafat praktek pendidikan dan filsafat sosial pendidikan.
Filsafat ilmu pendidikan adalah analisis kritis
komprehensif tentang pendidikan sebagai bentuk teori pendidikan. Aspek filsafat
dalam ilmu pendidikan dapat dilihat berdasarkan empat kategori sebagai berikut:
(1) Ontologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat substansi dan pola
organisasi ilmu pendidikan; (2) Epistemologi ilmu pendidikan yang membahas
tentang hakekat objek formal dan material ilmu pendidikan; (3) Metodologi ilmu
pendidikan yang membahas tentang hakekat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pendidikan;
(4) Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang hakekat nilai kegunaan teoritis
dan praktis ilmu pendidikan.
Kajian terhadap fisafat pendidikan akan memadukan
keempat aspek tersebut di atas sebagai landasan dalam menjawab tiga masalah
pokok, yaitu sebagai berikut: (1) Apakah sebenarnya pendidikan itu? (2) apakah
tujuan pendidikan sebenarnya? dan (3) Dengan cara apa tujuan pendidikan itu
dapat dicapai? (Henderson, 1959). Jawaban masalah pokok tersebut tertuang
dalam: (1) Tujuan pendidikan: (2) Kurikulum, (3) Metode pendidikan, (4) Peranan
peserta didik; dan (5) Peran tenaga pendidik.
Dalam sejarah perkembangan filsafat telah lahir
sejumlah aliran filsafat. Dengan adanya aliran-aliran filsafat, maka konsepsi
mengenai filsafat pendidikan telah dipengaruhi oleh aliran-aliran tersebut.
Dengan memperhatikan obyek filsafat dan masalah pokok pendidikan, selanjutnya
akan dibahas aliran filsafat idealisme dan realisme dalam melandasi
pengembangan teori pendidikan.
2. Aliran Filsafat Idealisme dalam
Pendidikan
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat
bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia,
sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu terletak di luarnya. Konsep
filsafat menurut aliran idealisme adalah: (1) Metafisika-idealisme; Secara
absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, sedangkan
secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah, tetapi
kenyataan rohaniah yang lebih dapat berperan; (2) Humanologi-idealisme; Jiwa
dikarunai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan memilih;
(3) Epistemologi-idealisme; Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi
dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai
oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar
manusia hanya sampai pada tingkat berpendapat; (4) Aksiologi-idealisme;
Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari
pendapat tentang kenyataan atau metafisika
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme
memberi sumbangan yang besar tehadap perkembangan filsafat pendidikan. Kaum
idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki
pembawaan spiritual sesuai potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus
mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus
menekankan kesesuian batin antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan
pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang ideal. Pendidik yang idealisme
mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Pendidik harus memandang anak
sebagai tujuan, bukan sebagai alat.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan
idealisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: untuk membentuk karakter,
mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikkan sosial; (2)
Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan kemam-puan dan pendidikan
praktis untuk memperoleh pekerjaan; (3) Metode: diutamakan metode dialektika,
tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan; (4) Peserta didik bebas
untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya; (5) Pendidik
bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama
dengan alam.
3. Aliran Filsafat Realisme dalam
Pendidikan
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa
pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran.
Konsep filsafat menurut aliran realisme adalah:
(1) Metafisika-realisme; Kenyataan yang sebenarnya
hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan material dan imaterial
(dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan
(pluralisme);
(2)
Humanologi-realisme; Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan.
Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir;
(3)
Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada
pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran.
Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat
dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta; (4)
Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang
diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh
kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan
harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan
merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak
akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada
semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus
seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat
mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak
boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis
pendidikan. Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada
peserta didik. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran
yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang
paling penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang
benar,
bukan
memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik. Memberi
kepuasan terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam
mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan
realisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung
jawab sosial; (2) Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan yang
berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan praktis; (3) Metode: Belajar
tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak langsung. Metodenya harus
logis dan psikologis. Metode pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah metode
pokok yang digunakan; (4) Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang
handal dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah
esensial dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh
hasil yang baik; (5) Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil
dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik.
C. PENDIDIKAN IDEALISME DAN
REALISME DALAM PLS
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah kegiatan
terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan
secara mandiri atau merupakan bagian penting kegiatan yang lebih luas, yang
sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan
belajarnya. Untuk mengefektifkan pencapaian tujuan PLS tersebut maka aliran
filsafat pendidikan idealisme dan realisme dapat digunakan sebagai landasar
teoretis maupun praktis. Berikut ini akan dikemukakan filsafat pendidikan
idealisme dan realisme dalam penyelenggaraan PLS dalam menetapkan tujuan,
kurikulum, metode, serta peran peserta didik dan pendidik.
1. Pendidikan Idealisme dalam PLS
Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan
realisme maka penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama,tujuan program PLS: harus difokuskan pada
pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik. Pada tahap selanjutnya
program pendidikan tertuju kepada pengembangan bakat dan kebaikan sosial.
Peserta didik digali potensinya untuk tampil sebagai individu
berbakat/berkemampuan yang akan memiliki nilai guna bagi kepentingan
masyarakat.
Kedua,kurikulum pendidikan PLS: dikembangkan dengan memadukan pendidikan umum
dan pendidikan praktis. Kurikulum diarahkan pada upaya pengembangan kemampuan
berpikir melalui pendidikan umum. Di samping itu, kurikulum juga dikembangkan
untuk mempersiapkan keterampilan bekerja untuk keperluan memperoleh mata
pencaharian melalui pendidikan praktis.
Ketiga,metode pendidikan dalam program PLS: disusun
menggunakan metode pendidikan dialektis(investigasi dan interaksi dengan
alam,masyarakat,dan pemikiran). Pelaksanaan pendidikan cenderung mengabaikan
dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
Keempat, peserta didik bebas mengembangkan bakat dan
kepribadiannya. Pendidikan bekerjasama dengan alam dengan proses pengembangan
kemampuan ilmiah.
2. Pendidikan Realisme dalam PLS
Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan
idealisme maka penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama, tujuan program pendidikan PLS: terfokus
agar peserta didik dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup. Disamping
itu, peserta didik diharapkan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial dalam
hidup bermasyarakat.
Kedua, kurikulum komprehensif: yang berisi
semua pengetahuan yang berguna dalam penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung
jawab sosial. Kurikulum berisi unsur-unsur pendidikan umum untuk mengembangkan
kemampuan berpikir dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
Ketiga, semua kegiatan belajar berdasarkan
pengalaman baik langsung maupun tidak langsung. Metode mengajar hendaknya
bersifat logis, bertahap dan berurutan. Pembiasaan (pengkondisian) merupakan
sebuah metode pokok yang dapat dipergunakan dengan baik untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Keempat, Dalam hubungannnya dengan pengajaran,
peranan peserta didik adalah penguasaan pengetahuan yang handal sehingga mampu
mengikuti perkembangan Iptek. Dalam hubungannya dengan disiplin, tatacara yang
baik sangat penting dalam belajar. Artinya belajar dilakukan secara terpola
berdasarkan pada suatu pedoman. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental
dan moral untuk setiap tingkat kebaikkan. Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan,
keterampilan teknik-teknik pendidikan dengan kewenangan untuk mencapai hasil
pendidikan yang dibebankan kepadanya.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan dalam
pembahasan sebelumnya diperoleh temuan sebagai sebagai berikut:
Pertama, aliran filsafat idealisme dalam pendidikan
menekankan pada upaya pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik sebagai
aktualisasi potensi yang dimilikinya. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan
yang berorientasi pada penggalian potensi dengan memadukan kurikulum
pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kegiatan belajar terpusat pada peserta
didik yang dikondisikan oleh tenaga pendidik.
Kedua, pendidikan menurut aliran filsafat realisme
menekankan pada pembentukan peserta didik agar mampu melaksanakan tanggung
jawab sosial dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapainya
diperlukan pendidikan yang ketat dan sistematis dengan dukungan kurikulum yang
komprehensif dan kegiatan belajar yang teratur di bawah arahan oleh tenaga pendidik.
Berdasarkan temuan tersebut dapat dikemukakan bahwa
aliran filsafat idealisme dan realisme pendidikan tidak perlu dipertentangkan,
tetapi dapat dipilih atau dipadukan untuk menemukan aliran yang sesuai dalam
melandasi teori dan praktek pendidikan untuk mencapai tujuannya. Dengan kata
lain idealisme ataupun realisme pendidikan dapat diterapkan tergantung konteks
dan kontennya.
E.SARAN
Dalam pengembangan teori yang mendasari praktek PLS,
aliran filsafat idealisme dan realisme akan memberikan warna tersendiri.
Terakait dengan hal tersebut dapat dikemukakan beberapa saran untuk
pengembangan teori dan praktek PLS yaitu: (1) Aliran filsafat idealisme dan
realisme telah memberi perspektif filosofis tersendiri dalam memandang
pendidikan. Pada tahap selanjutnya diperlukan upaya untuk memilih mana yang
sesuai atau memadukan konsep, prinsip serta pendekatan aliran-aliran tersebut
pada kerangka konseptual pendidikan; (2) Praktisi pendidikan diharapkan dapat
menuangkan landasan filosofis dari setiap aliran filsafat dalam semua keputusan
serta proses pendidikan. Sesuai tuntutan profesionalisme, praktisi pendidikan
harus memahami landasan filosofis pendidikan yang berpadu dengan ilmu
pendidikan untuk mengembangkan teori dan praktek pendiikan; (3) Disamping idealisme
dan realisme masih terdapat banyak aliran filsafat lainnya yang melandasi teori
pendidikan. Tahap selanjutnya, perlu dikaji aliran-aliran mana yang sesuai
dengan konteks PLS.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewey. J (1964). Democracy in
Education. Newyork: The Mc Millan Company.
Henderson, Stella van Petten,
1959. Introduction to Philosophy of Education. Chicago: The University of
Chicago Press.
Mudyahardjo, R., (2001). Filsafat
Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Power, E. J. (1982). Philosophy of
Education. NewJersey: Prentice Hall Inc.
Sadulloh, U. (2004). Pengantar
Pilsafat Pendidikan. Bandung: Alpabeta.
HASIL
DISKUSI TANYA JAWAB:
1.ZAKIUS:
“BAGAIMANA KARAKTER GURU YANG BAIK DALAM MENDIDIK MURID/PESERTA DIDIK?”
JAWABAN:GURU
ARUS MEMANDANG ANAK SEBAGAI TUJUAN,BUKAN SEBAGAI ALAT.GURU HARUS BISA MEMAHAMI DAN
MENGUASAI TEKNIK MENGAJAR SECARA BAIK.GURU ARUS PROFESIONAL DALAM MENGAJAR.GURU
HARUS BERSIKAP ADIL KEPADA SEMUA MURID.
2.NABILA:”APA
BEDA ALIRAN FILSAFAT IDEALISME PONDOK
PESANTREN DENGAN SEKOLA LAINNYA?”
JAWABAN:ALIRAN
FILSAFAT IDEALISME PONDOK PESANTREN DAN
SEKOLAH LAINNYA SEBENARNYA SAMA,KARENA
ALIRAN IDEALISME BERPAHAM BAHWA PENGETAHUAN
SEBAGAI KEBENARAN TERTINGGI.BEDANYA PADA PONDOK PESANTREN BERPAHAM DENGAN PENGETAHUAN DAN TYME.
3.ERNI:”BAGAIMANA
FILSAFAT MEMENDANG IDEALISME PENDIDIKAN?”
JAWABAN:ALIRAN
FILSAFAT IDEALISME DALAM DUNIA PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN BAKAT
DALAM KEMAMPUAN PESERTA DIDIK.JIKA PESERTA MEMILIKI NAKAT MENARI TARIAN
TRADISIONAL,MAKA GURU DAPAT MENGASAH KEMAMPUAN BAKAT MURID DAN MEMBANTU MENGEMBANGKAN BAKAT MURID
TERSEBUT.
4.TENGKU
RENI:”SEBUTKAN PRINSIP FILSAFAT IDEALISME?”
JAWABAN:ETIKA
ATAU NILAI,PENGETAHUAN,HAKIKAT REALITAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar